Sabtu, 26 Februari 2011

satu

UAS hari terakhir. Setelah 120 menit bergulat dengan soal-soal tata busana di jam kedua, akhirnya bel pun berbunyi. Para siswa menyambutnya dengan lega. Setelah ini tidak akan ada lagi pelajaran yang menyesakkan dada. Classmeeting selama seminggu kedepan akan menghibur kepenatan belajar di semester ganjil, sabtu depan tinggal ambil raport.
Begitu guru pengawas keluar dari ruang ujian, semua berhamburan keluar seolah berebut lebih dulu bisa lolos dari kawah candradimuka. Suasana bagai pasar malam saja.
Kirani paling terakhir meninggalkan kelas, dan seperti biasa, ia melihat Sapto sudah menunggu di depan kelas. Bocah edan, bisa ga sih dia sehari saja tidak nempel aku?
Walau sebenarnya ada kebanggaan juga sih kalau dia dekat-dekat terus. Bisa tambah hot gossip bahwa Sapto dan Kirani ngedate, dan akan berderet cewek yang patah hati di sekolah ini selain Reni dan Lala. Di pihak cowok, pasti Refangga! Hihihi, sekalian mengetes, apa benar dia benar-benar pantas dijadikan pacar. Tapi sejauh ini, ketua kelasnya itu masih adem ayem saja.
“Kenapa? Wajah ditekuk begitu? Ntar para bidadari pada ngejauh lhoo…” goda Kirani saat Sapto menjejeri langkahnya menuju parkir. Sepanjang koridor, Kirani merasa kalau sudah terlalu banyak wajah-wajah putus asa yang memandang mereka. Bukan salahnya, tapi memang ia sudah mengenal Sapto jauh sebelum sekolah disini, jadi tidak salah kalau Sapto mengalami ketergantungan padanya.
“Bosan aku.”
“Bosan? Belum juga sebulan kamu pindah kesini, sudah bilang bosan. Harusnya yang bilang begitu tuh aku, yang hampir tiga tahun disini.”
“Coba deh, siapa yang nggak bosan kalau dari pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, aku udah di berondong permintaan yang tidak jelas dari orang-orang yang tidak jelas juga.”
“Hmm….” Kirani tahu, apa permintaan tidak jelas, dan juga orang-orang yang tidak jelas.
“Reni selalu telepon tiap malam, bikin aku pengen banting tuh ponsel, panas banget telingaku ngedengar suara cemprengnya. Lala minta diajakin jalan. Neti keseringan nraktir, Ratna yang nyanggong di perpustakaan, Umi… ngancam kalau ntar malam aku ga ngajakin dia nonton, maka dia yang nyamperin ke rumah.”
“Hahahhaa…..!” meledak tawa Kirani. “Itu wajar bro buat cowok semacam kamu. Kamu keren, pinter, kaya, barang baru pula, jadinya para cewek pada histeris. Lha bukannya kamu juga suka jadi idola?”
“Awalnya sih iya. Tapi lama-lama jadi keki juga. Tidak ada sisi positif yang bisa aku ambil.”
“Kecuali Neti yang hobi traktir…” Kirani setengah berbisik karena yang namanya disebut ada di depan sana, hendak masuk ke mobilnya, agak cemberut melihat kemesraan Kirani VS Sapto.
Dan Sapto nakal juga, buru-buru tangannya menggamit tangan Kirani. Neti semakin cemberut, lalu buru-buru masuk ke mobil dengan pintu dibanting.
“Haaahaha..” keduanya tertawa serempak.
Hmmmm, tiba-tiba Kirani berpikir, andai ada Refangga disini, apakah dia akan berbuat hal yang sama seperti Neti? Sayang dia sudah pulang duluan. RX kingnya sudah tak ada di parkiran. Kayaknya lagak malu-malu mau Kirani berbalik arah. Refangga mulai menjauh.
Hmm, without him or not, the show must goes on!
Merekapun akhirnya sampai disamping Avansa Kirani.
“Kira.”
“Ya Sap?” si empunya tahi lalat di bawah dagu itu membuka pintu mobil dan melemparkan ranselnya ke jok belakang.
Tempat parkir siswa sudah lumayan sepi, Kirani tak perlu susah-susah memutar Avansanya agar dapat segera pulang.
Panas banget kota pahlawan siang ini. Kirani membuka topinya, dipakainya berkipas-kipas. Keringat berleleran di lehernya, membasahi seragam putihnya. Rambutnya yang pendek jadi lepek.
“Ntar aku ke rumah ya.” Tukas Sapto.
“Ngapain?” Sapto garuk-garuk kepala, salah tingkah rupanya. Kirani tertawa lebar, ia tahu pasti jawaban pertanyaannya sendiri, “Kinanti?”
“He eh.” Yang ditanya Cuma mengangguk sambil cengar-cengir. “Biasa, mau ngedongengin dia. Aku baru saja nulis cerita baru nih”
“Kamu tuh, memanfaatkan anak kecil! Dosa loh!” sebenarnya Kirani sebal juga sama Sapto. Dia pasti meminta tolong adiknya itu menggambar tokoh-tokoh dongeng rekaannya. Tapi ada baiknya juga, Kinanti jadi punya teman bermain.
“Kan aku dan Anti patner kerja.” Sangkal Sapto.
“Patner?” kirani memicingkan mata, seolah mencari sesuatu di diri Sapto yang memiliki nilai lebih, “Hmmm…”
“Apa’an?” Sapto jadi bingung dilihatin dari ujung rambut ke ujung kaki.
“Jangan-jangan… kamu naksir Anti yah?”
“Hah?” Sapto bengong sedetik, lalu terbahak-bahak.
“Kenapa tidak naksir aku saja sih?” tiba-tiba Kirani berkata sedih. “Aku kan juga cantik, juga masih jomblo.” Lanjutnya. Sapto semakin terbahak.
“Hahaaa… kamu cemburu yah?”
“Hmmm….”
“Aku sih pengennya naksir kamu Ki, Cuma….”
“Cuma apa?” Kirani menunggu, mimiknya penuh harap.
“Cuma, kan aku tahu kalau kamu bukan cewek!”
“Haahaa….” Kirani terbahak-bahak, juga Sapto. “Kamu tau saja sih.” Kirani menjotos pundak Sapto dengan geli. Sapto hendak menjitak Kirani, tapi ia kalah cepat. Kirani menangkisnya tangkas.
“Eit,tidak boleh bersikap kasar dengan calon kakak ipar.”
“Iya kakak Go kong, adik akan mematuhi perintahmu” Sapto menirukan lagak panglima Tian Feng dalam kera sakti. Kirani yang tak bisa menahan gelaknya, memegangi perutnya yang hamper kejang.
“Sudah!” dia tak tahan lagi, “Jam berapa ke rumah?”
“Jam lima deh. Setelah ini aku mau latihan basket dulu.”
“Oke.”
Kirani membuka pintu Avansanya. Semakin terik saja matahari. Seragam putihnya sudah basah keringat. Sapto hendak berbalik ketika mesin sudah menyala, tapi Kirani memanggilnya lagi.
“Jangan lupa, “ jendela mobil terbuka, Kirani hendak berwasiat rupanya, “Mi ayam yang biasanya ya.”
“Dasar perut karet!”
Kirani tertawa lebar, jendela menutup kembali. Dari spion ia melihat Sapto masih memandanginya sekian detik, lalu berbalik. Dalam hati Kirani bersyukur masih ada Sapto yang mau perduli dengan dia, terutama dengan Kinanti.
Ah, si kecil itu di rumah sendirian. Tiba-tiba Kirani khawatir.

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@

Ruangan itu penuh dengan monitor berbagai ukuran. Sebuah meja ada di tengah ruangan, ditengahnya ada hologram sosok kepala seorang laki-laki berhidung mancung berwarna ungu muda. Di belakang meja itu, ada sebuah kursi emas berbentuk spink. Jelas itu bukan ruangan biasa.
Pintu dibuka, seorang laki-laki yang kepalanya diproyeksikan di hologram mesuk. Ia langsung duduk di kursi dan menekan salah satu tombol di lengan kursi. Pandangannya tertuju di monitor utama, ada tiga wajah, John Cusack, Amanda Peet dan Danny Glover.
Ia tersenyum sendiri, tertera tanggal di tayangan itu, Los Angeles 3 November, 2009. Dia tertawa sendiri, saat melihat cuplikan warga bumi panik saat ramalan suku Indian Maya Inca Peru tentang kiamat menjadi kenyataan. Patung Kristus Sang Penebus yang berdiri kokoh di Rio de Janeiro, Brasil, hancur berkeping-keping. Hujan meteor berbola api disusul gempa mengguncang hebat. Yang tak kalah menggetarkan, basilika Gereja Santo Petrus di Vatikan, runtuh. Bahkan kapal perang USS John F Kennedy tak berdaya diamuk badai dan akhirnya karam.
Premiere 2012 di Regal Cinemas L.A. LIVE.
Tangannya menekan sebuah tombol lain, dan matanya beralih ke sebuah monitor lain di sisi kiri. Segera muncul wajah lelaki lain.
“Goo, datanglah ke KulUFOroom. Ada yang ingin aku bicarakan”
Lelaki dalam monitor mengangguk.
“Baik.”
Blap! Monitor mati. Dengan telunjuknya, laki-laki di kursi spink itu mengusap cincin Kristal di jari manis tangan kanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome Back to Neverland!!!

Haiaaaaaaaaaaaaaaa................ setelah sekian lama mati, bener-bener mati gaya! blog ini pertama kali Agustus 2010 dan sekarang adalah f...