APA MENCINTAI?
Mencintai adalah misi membunuh ego
Pemaksaan dua subyek dalam satu definisi buta
Filosofis
Pistis
Narsitis
Altruis
Sadis
Romantis
Mistis
Tragis
INTUISI
Aku sedang naik daun
Merayu salju jingga yang bertengger di setangkup jati diri
Lagu jenaka meranum di sepanjang pipi
Saujana di umpanmu berlabuh
Mendongak langit
Mimosa dan pelangi
Androgen
Amnesia
Kepala menjamur
Lautan kuning
Momentum
Sisa
Babad
Langkah
Maju
Tatap
KEMANA
Memuat sebuket mawar
Yang selama ini menyimpan wanginya dalam rempah transparan
Altar ternyata mengembang
Aku ingin hilang saingi trotoar
Nyata aku paranoia pada konyugasi berdarah
Relief melembek di ketiak menit
Lalu timbul misteri,
Awan berbentuk kura-kura bercinta
Timbul tenggelam diantara matahari yang berhasrat pulang
Simbiosis aku dan kau di pelabuhan jingga
Melayari gelombang pasang meradang
TERPERLIP OLEHMUKAH?
Memilihmu untuk memuaskan seloka,
Aku selirat, kosong transmisi, Imaginasi, Inspirasi
Sembelit otakku menyeranta fakta
Kau menggoda di setiap jengkal cerebrum, Serbu takjubku
Saujana menggugut uran-uran di raham renjana
Kosong menyapa di ubun-ubun
Menggurun malam-malam, menghutan siang-siang, melaut pagi-pagi
Tetap melompong
Simalakama menyapa, Kau sejati atau serupa?
Pejal hati hasrat merindu, pelesir di permukaanmu, hampa
Tenggara aku terperlip olehmukah?
(Buat Curlyquwh)
GONDANG PAGI ITU
Pernahkah kau berbenak membawaku bercengkarama di rerindangan?
Kata orang, kelapa gaib itu santapan ratu dari kahyangan, tak satupun ksatria bebas merasai
“Aku ksatria!”
Lagu lama, kau yang bergender mojo
Ah, kenapa kau malah memayu raharjaning trisna?
“Sudikah kau menikahiku di bulan desember? Kalau bisa tanpa maskawin.
Di muara malam aku selalu bediding, aku butuh diriku diblender.”
Waduk sedang dangkal
Setan-setan mangkal
Di lading-ladang resah, di buritan perahu angsa
Setujui positif dan negative beradu dalam basah
HIPOTESIS
Jika ada kau maka ada aku
Karenanya pandangi aku
Jika kau pecinta maka aku tercinta
Meski cermin kita retak diserbu kasta
Jadi sentuh aku bila berharga
Aku dengar-aku tak mau dengar
Aku lihat-aku tak mau lihat
Andai dapat kulelehkan angkuhmu
AKU, NISAN DAN KUNANG-KUNANG
Kubelai nisanku di tengah malam
Kunang-kunang memandangku lalang
“Kenapa kau disitu?”
Aku resah terdiam
Kubelai nisanku tengah malam
Masih kunang-kunang memandangku nyalang
“Aku ingin hidup lagi mengambil titipan cintaku yang tergadai. Aku karenany tertawan.”
Kubelai nisanku tengah malam
Kunang-kunang tersenyum jalang
“Akan kubantu kau menebusnya,”
Aku dan kunang-kunang berdansa tengah malam
Nisanku jengah, enggan melepasku tak bermakam
SURAT MERAH
Irama peperlipan yang mendosa
Dua dimensi tersekat membrane berbisa
Terbit hasrat pergi
Bersyarat tak kembali
DRAMA RAMAYANA DI TANJUNG KODOK
Jangan tolak temani air asin angina
Di gazebo retak setiang
Peminat logam cetak rumah gadang
Jadi santapan terlegit sebelum kiamat
Meski tak sebanding nafas tuak di seputaran Ndrajat
Sedari dulu, batu itu sudah begitu sejak kau belum memayapada
Bukan terpesona pada peranmu Sri Rama
Persembahkan kebijakan dalam nampan
Gendewa pelafalan yang tak mempan
Kecuali kau berminat jadi Malin Kundang
Kuburkan birahi pada kodok gedindang
Pada lelakonan tepi laut kudutakan cemburu kalut
Semoga tak batal dan murung bila mampir si maut
“benarlah Laksmana memarlojongkan Shinta, mencicipinya pula.”
Kiranya Sri Rama tawarkan cara mati baru,
Bukan perapian, tapi pada
Bakau-bakau
Ombak-ombak
Perahu-perahu
Dan lautpun surut
Tanjung Kodok pun masyuk
Di kastil pasir kosmosnya Shinta tergolek setomat
Digerogoti kera putih tak bercawat
“Cut!
Bukan ini yang diminta sutradara!”
(diklat teater, 2003)
ZOOM
Ternyata kau masih mengenaliku
Lewat sepotong kata
Short message service! 27 maret 2005!
Malam turun sejak tadi,
Sepertinya di rembulan kulihat dwi biji matamu berisyarat
Tahukah kau?
Kubah langit mengkanvasi lukisan jemari yang berdebar
Ganal aku menyuaimu di geladeri bawah sadar
Pagina hariku, 26 lebih 74
Siapa potianya?
Sejengkal khuluk, atau penggarit lazuardi belaka?
(Buat Curlyquwh)
PSIKOPAT AKU
Ibuku dipasung setelah melahirkanku, kupikir dia gila
Andaikan dia dulu tidak melahirkanku, pasti dia tidak gila
Lalu orang-orang ikut menamaiku gila
Diantara siang dan malam, aku berdiri diantara matahari dan bulan
Di jalan seorang pengemis menangis, katanya seminggu tak makan
Melihatku ia tertawa, ketika kuganti lambungnya dengan lambungku
Orang bilang percaya itu sebagian kebenaran
Jika aku berperan di teater orang mati
Dengan Roqib Atid sebagai sutradara, apakah itu kebenaran?
Bila yang lain mengklaim kebenaran itu harus masuk akal
FREAKY FREAKY THAT’S ME
Come and go as wild as crow
Lie and truth, I want you to grow
Angel and evil wannabe my fellow
Smile and scowl, I need you to show
F**k and shit will you show?
Sometime anywhere, can you shadow
Somewhere anytime like snow
Freaky freaky that’s me
Dude, would you mind to cherish me glow?
WANNABE LOST
Sorry ma chere amie. Wannabe lost, passed by
Nothing but insatiable, just like the blue sky
Too easy to make up mind
Gone….. come ….. like the wind
Even words can’t save me from the ego
Stay still!! But please let me go
So bye bye bye
That’s what I want to say
(For then you make me wannabe close to you more,
Just like the silver key and the door)
SWEET BROKEN HEART
If the sun keeps in touch with the rain blow
Want you die with the rainbow
Neither sad or happy to let you free
Cos you are hoi polloi but I am hoity toity
Senin, 16 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Welcome Back to Neverland!!!
Haiaaaaaaaaaaaaaaa................ setelah sekian lama mati, bener-bener mati gaya! blog ini pertama kali Agustus 2010 dan sekarang adalah f...
-
Gatau.... maunya nuangin ide2 gila menulis.... banyak cerpen dan puisi yang kurang percaya diri untuk dikirimkan. tapi tiba-tiba ingin menul...
-
Hari haran adalah seorang pelajar yang pandai tetapi miskin. Ia ingin ke ibukota untuk mengikuti ujian, tapi ia tak punya uang. Ia mencoba m...
-
Akhirnya ia setuju dengan ide Tomi untuk membudidayakan Pleco dengan cara yang semestinya. Jika tidak, maka populasinya yang berlebih di kol...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar